mutiara hikmah

Frame4

i love it .

,.saya suka sekali ^_^

Senin, 12 Desember 2016

PRINSIP MU'TAZILAH 3, 4 DAN 5



     I.               LATAR BELAKANG
Manusia merupakan mahluk yang tak luput dari dosa-dosa yang secara tidak di sadari oleh diri mereka sendiri maupun yang mereka lakukan secara sadar. Dosa-dosa tersebut senantiasa mereka lakukan setiap saat. Sehingga tanpa disadari mereka melakukan sebuah perbuatan yang baik serta didampingi dengan perbuatan yang buruk. Apa bila perbuatan yang mereka lakukan tersebut bernilai baik dan bermanfaat yang baik bagi orang lain dan dirinya sendiri maka ia akan mendapatkan pahala dan masuk kedalam golongan penghuni surga oleh Tuhannya akan tetapi apabila ia melakukan perbuatan yang buruk terhadap orang lain dan merugikan dirinya sendiri dan orang lain maka ia akan mendapatkan dosa dan menjadi golongan penghuni neraka yang akan ia terima kelak di akhirat nanti.
Segala perbuatan manusia itu tidak luput dari pandangan Allah walaupun itu hanya dirinya sendiri yang mengetahuinya. Barang siapa yang melakukan amal saleh, baik itu laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.[1]
Kaum Mu’tazilah percaya bahwasanya semua perbuatan yang manusia lakuakn di dunia pasti akan mendapatkan balasanya di hari kiamat nanti. Mereka yang berdosa besar dan kafir akan masuk kedalam neraka dan kekal didalamnya, mereka yang berbuat baik dan taat kepada perintah-Nya akan mendapat pahala dan masuk surga dan orang yang berdosa besar akan tetapi masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad SAW akan masuk kedalam neraka yang maan tidak seberat siksa orang kafir.

  II.               RUMUSAN MASALAH
Ø  Bagaimana prinsip tempat diantara dua tempat menurut ajaran Mu’tazilah?
Ø  Bagaimana prinsip janji dan cancaman Allah menurtut ajaran Mu’tazilah?
Ø  Bagaimana prinsip amal makruf nahi munkar menurut ajaran Mu’tazilah?





III.               PEMBAHASAN

A.   Tempat diantara Dua Tempat
Pengertian dari tempat diantara dua tempat atau al manzilah bain al manzilatain  yaitu tempat yang berada di tengah – tengah.  Menurut pendapat Abu Huzaifah Washil ibn Atha Al-Gazzal al-Altsga atau Wasil bin atha (80-131 H). Sebuah iman terdiri dari unsur-unsur kebaikan. Apabila semuanya lengkap dinamakan orang beriman yang terpuji. Sebaliknya orang yang munafik ia tidak dapat dikatakan orang yang terpuji dan beriman dan tidak dapat dikatakan orang yang celaka yang kafir.[2]  Maksudnya, dalam kehidupannya tidak dapat di pungkiri bahwa persaksian dan segala perbuatan kebaikannya masih ada dalam dirinya walau hanya sedikit. Sehingga apabila ia meninggal dalam keadaan melakukan dosa besar dan belum melakuakn tobat maka dirinya termasuk salah satu dari penghuni neraka yang kekal disana, sebab di akhirat hanya ada dua kelompok yaitu penghuni surga dan neraka, akan tetapi siksa yang ia terima di dalam neraka tersebut tidaklah berat seperti dosa orang yang kafir.
Sedangkan tampat dimana orang orang yang mempunyai dosa besar maupun kecil ia akan dimasukan kedalam neraka dan orang-orang kafir (tidak beriman) akan berada selamanya di dalam neraka. Sedangkan orang mukmin yang yang berdosa ia akan masuk kedalam neraka sebagai penebus dosanya yang telah diperbuatnya semasa hidup di dunia, sebanyak dosa yang ia perbuat, kecuali mendapat syafa’at Nabi Muhammad SAW atau mendapat rahmat Allah SWT.[3]
Menurut Wasil bin atha manusia yang melakukan dosa besar itu tidak kafir dan tidak mukmin akan tetapi ia fasik. Tingkatan orang fasik itu berada di bawah orang mukmin dan diatas orang kafir.[4] Dalam artian seorang muslim yang melakukan sebuah dosa besar ia bukan termaksud orang kafir dan juga bukan orang mukmin akan tetapi dia termasuk dalam golongan orang fasik. Yaitu golongan yang berada diantara orang mukmin dan orang kafir.
Menurut pendapat Abu Huzailiyyah Hamdan ibn Huzail al-Allaf atau Al-Huzailiyyah (135-266 H). Ia berpendapat apa yang berlaku di akhirat juga berdasarkan takdir Allah. Menurutnya Orang yang kekal di dalam neraka adalah berdasarkan takdir Allah dan tidak ada seorang juapun yang dapat mengelaknya. Karena semuanya adalah ciptaan Allah bukan manusia, karena itu kalau termaksud usaha manusia dapat menghindarinya.[5]
Proses orang yang kekal di dalam neraka terputus dan tidak menerima perubahan. Kumpulan kebaikan bagi ahli surga dan kumpulan kesengsaraan bagi ahli neraka.[6] Maksud pendapat ini ialah segala amal perbuatan yang ia lakukan semasa di dunia tidak merubah bahwa ia akan berada di dalam neraka apabila ia melakukan dosa-dosa dan tidak mengalami perubahan di dalamnya. Sehingga pendapat ini menyatakan bahwasanya surga dan neraka akan fana. Hal ini dikaitkan bahwa alam seluruhnya bersifat baharu, artinya alam ada yang berawal dan ada yang berakhir. Sehingga alam yang baharu yang berawal yang menerima perubahan yang tidak statis.
Posisi menengah bagi pembuat dosa besar, juga erat hubunaganya dengan keadilan Tuhan. Pembuat dosa besar bukan kafir, karena ia masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad SAW, tetapi bukanah mukmin karena imanya tak lagi sempurna. Karena bukan mukmin, ia tidak dapat masuk surga, dan karena bukan kafir pula, ia sebenarnya tidak mestinya masuk ke neraka. ia seharusnya di tempatkan di luar surga dan di luar neraka. inilah sebenarnya keadilan, tetapi di akhirat tidak ada tempat lain dari surga dan neraka, maka pembuat dosa besar harus dimasukan kedalam salah satu tempat ini. penentuan tempat itu banyak faham mu’tazilah tentang iman. Iman bagi Mu’tazilah ialah digambarkan, bukan hanya oleh pengakuan dan ucapan lisan, tetapi juga oleh perbuatan-perbuatan. Dengan demikian perbuatan dosa besar tidak beriman dan oleh karena itu tidak dapat masuk surga. Tempat satu satunya ialah neraka. tetapi tidak adil kalau ia masuk dalam neaka yang sama mendapat siksaan yang sama berat dengan orang kafir. Oleh karena itu pembuat dosa besar memang betul masuk ke dalam neraka akan tetapi dengan siksa yang lebih ringan daripada siksa orang kafir. Inilah menurut ajaran Mu’tazilah, tempat diantara dua tempat yaitu posisi di tengah antara mukmin dan kafir yaitu orang fasik inilah yang disebut dengan keadilan.

B.    Janji dan Ancaman Allah
Manusia di ciptakan oleh Allah di muka bumi ini atas kehendak-Nya. Dialah yang menjamin kehidupan kita selama di dunia ini. Allah lah yang menghidupkan dan mematikan dan memberikan rezeki kepada setiap mahluk yang hidup untuk terus beribadah dan sujud kepada-Nya. Allah memberikan janji-janji yang idah kepada manusia dan dia juga memberikan peringatan dan  ancaman yang sangat menakutkan kepada manusia pula. Janji indah itu di sebut “Al-Wa’d” dan ancaman yang menakutkan disebut ”Al-Wa’id”. [7] Tuhan tidak akan dapat disebut adil, jika ia tidak memberikan pahala kepada orang yang berbuat baik dan jika tidak menghukum orang yang berbuat buruk. Keadilan menghendaki supaya orang yang berbuat salah diberi hukuman dan orang yang berbuat baik di beri upah atau pahala, sebagaimana yang telah di janjikan Allah.[8]
Janji adalah sebuah akad pemberian manfaat / kebaikan antara dua belah pihak. Sebenarnya tanpa janji pun Allah sudah memberikan kehidupan . masalahnya, hidup memang harus berkambang dan harus maju, maka Allah membuat janji demi kehidupan manusia[9]. Dengan janji yang telah dibeikan itu manusia dituntut untuk melakukan ibadah dan menetapkan iman dan takwa di dalam hatinya agar tidak melakukan perbuatan perbuatan yang menyebabkan dosa yang mana tanpa disadari oleh manusia itu sendiri. Apabila seseorang yang beriman dan bertakwa ia akan senantiasa untuk terus berbuat baik dan mencoba untuk tidak melakukan perbuatan perbuatan yang menimbulkan tumbuhnya dosa. Ancaman akan diberikan allah kepada hamba-hambanya yang senantiasa melakukan segala bentuk dosa kecil maupun besar yang mana akan di berikan secara langsung di dunia maupun di akhirat nanti.
Aliran Mu’tazilah menyakini bahwa janji Tuhan akan memberikan pahala-Nya dan ancaman akan menjatuhkan siksanya atas mereka kelak pada hari kiamat nanti pasti dilakasanakan. Orang yang hidup dengan segala ketaan dan penuh taubat, ia berhak akan pahala, sedangkan orang yang hidup tanpa taubat dari dosa besar yangpernah ia lakukan, maka ia akan abadi di dalam neraka, meskipun lebih ringan siksanya daripada orang kafir. Faham ini mengingkari adanya “ Syafa’t “ padahari kiamat dengan menyampingkan ayat-ayat yang menetapkan adanya “ Syafa’at “.[10] Dan mengingkari ayat-ayat yang meniadakanya[11] sebab “ Syafa’at “ berlawanan dengan sejarah janji dan ancaman.
Tuhan tidak bisa dikatakan adil apabila Ia tidak memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan jika tidak menghukun orang yang berbuat buruk. Keadilan menghendaki bahwa orang yang berbuat baik mendapatkan uapah berupa pahala dan orang yang berbuat salah mendapatkan upah pula berupa hukuman sebagaiman yang telah dijanjikan oleh Tuhan.[12]

C.   Amal Makruf Nahi Munkar
prinsip ini lebih banyak pertalian dengan amalan lahir dan lapangan fiqih daripada lapangan kepercayaan dan ketauhidan. Banyak ayat-ayat Al-Quran yang memuat prinsip ini.[13] pinsip yang harus di lakukan dan menjadi pedoman manusia untuk melakukan perbuatan yang baik sesuai dangan ajaran agama dan memberikan petunjuk bagi orang-orang yang sesat dan mencegah perbuatan yang bisa menyesatkan mereka.
Sejarah menyebutkan betapa gencarya orang-orang Mu’tazilah mempertahankan islam terhadap kesesatan kesesatan yang menyebar luas pada permulaan masa ‘Abbasijang yang hendak menghancurkan kebenaran-kebenaran islam, bahkan mereka tidak segan-segan menggunakan kekerasan dalam melaksanakan prinsip tersebut, meskipun terhadap golongan-golongan islam sendiri, sebagaimana yang dialami oleh ahli hadis dalam masalah quran. Menurut orang-orang Mu’tazilah, orang orang yang menyalahi pendirian mereka dianggap sesat dan harus diluruskan. Jalan yang digunakan oleh orang-orang Mu’tazilah untuk mempertahankan agama islam melalui prinsip yang dianutnya untuk menegakkan amal makruf nahi munkar bersifat tegas dan tidak memandang hal apapun. Maksudnya, apabila suatu hal yang tidak sesuai dangan prinsip mereka maka mereka harus meluruskan sesuai denganprinsip yang dianut oleh orang Mu’tazilah, terkadang dalam pelaksanaan untuk menegakkan prinsip tersebut terkadang juga menggunakan jalan kekerasan.
Ajaran ini dengan amalan lahir dari lapangan fiqh daripada lapangan kepercayaan dan ketauhidan. Prinsip ini diharuskan setiap muslim untuk menyiarkan agama dam memberi petunjuk kepada orang yang sesat.
Kaum Mu’tazilah telah melepaskan akal sebebas-bebasnya dalam membaha semua persoalan tanpa menganal batas, baik yang berhubungan dengan alam dunia ( langit, bumi dan manusia ) dan Tuhan. Tidak ada daerah terlarang bagi akal fikiran karena akal fikiran diciptakan untuk mengetahui serta mencari dan memang ia dapat mengetahui segala sesuatu, sampai pembahasan diluar alam ( metafisika ). Ketidak raguan mereka dalam memagangi hasil pemikiranya, maka mereka hanya mau menerima dahlil dahlil naqal yang sesuai dengan dahlil – dahlil akal fikiran dan mena’wilkan yang menyalahinya.akal fikiranlah yang menjadi hakim terhadap ayat-ayat mutasyabihat dan hadis hadis yang tidak yang tidak sejalan dengan ketentuan akal fikiran.[14]
filosof-filosof islam adalah filosof yang bergama, yang baru mengarahkan pandanganya kepada agama, apabila sesuatu fikiran filsafat berlawanan dengan agama untuk kemudian diusahakan pemaduanya. Tetapi kaum Mu’tazilah berbeda, kerana mereka ulama-ulama agama yang berfilsafat dimana perhatianya yang utama ialah mekfilsafatkan agama dan mengusahakan agar isi Al-Quran dapat masuk akal.



















IV.               PENUTUP
v  Simpulan
Prinsip prinsip yang dipegang teguh oleh kaum Mu’tazilah ialah sebuah prinsip yang didasarkan pada Al-Quran yang mana mereka berusaha untuk menyesuaikan dengan akal pikiran manusia. Mereka beragngapan bahwa orang yang berdosa besar tetapi masih percaya dengan Tuhan dan Nabi Muhammad SAW itu tidak bisa dikatakan orang kafir akan tetapi ia juga tidak bisa dikatakan orang mukmin. Mereka adalah orang orang yang masuk dalam golongan fasik. Yaitu orang yang berada diantara orang kafir dan mukmin. Mereka percaya bahwa janji dan ancaman Tuhan pasti dilaksanakan pada hari kiamat nanti. Apabila orang orang yang berbuat baik akan mendapatkan pahala dan masuk surga, orang yang berbuat buruk akan mendapatkan hukuman dan masuk kedalam neraka dan orang yang berdosa besar tetapi masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad SAW mereka akan dimasukan ke dalam neraka akan tetapi mereka tidak disiksa seberat orang kafir.




















DAFTAR PUSTAKA

Aman Saefuddin. Menagih Janji Tuhan. Jakarta Selatan:P.T AL-MAWARDI PRIMA. 2004
Maman Abdul Djaliel dan Abdullah Zakiy Al Kaaf. Mutiara Ilmu Tauhid. Bandung: CV. Pustaka Setia. 1999
Romas, Ahmad Ghofir. Ilmu Tauhid. Semarang: Badan Penerbit Fakultas Dakwah IAIN Walisongo. 1997
Asywadie Syukur. Al-Milal wa Al-Nihal.
A Hanafi MA. Pengantar Theology Islam.
Nasution Harun. Teologi Islam. Jakarta. Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.1997


[1] Al Qur’an Surat An-Nahl:97
[2] Asywadie syukur. al-milal wa al nihal.hal 42
[3] Abdullah zakiy Al Kaaf dan Maman Abdul Djaliel. Mutiara Ilmu Tauhid. Hal 256
[4]  A. Ghofir Romas. ilmu tauhid. Hal 96
[5] Op. Cit. .hal 43
[6] Ibid
[7] Saefuddin Aman. Menagih Janji Tuhan. Hal 24
[8] Prof. Dr. Harun Nasution. Teologi Islam. Hal 55
[9] Loc. Cit. hal 24
[10] Q.S Saba’ : 22 dan Q.S Toha :108
[11]  Q.S Al-Baqarah : 254  dan 45
[12]  Loc. Cit. Hal 55
[13] A Hanafi MA. Pengantar Theology Islam. Hal 44
[14] Op. Cit. Hal 199

Tidak ada komentar:

Posting Komentar